Usus Ayam Crispy Camilan Kang Yadi Enak, Renyah, Gurih, Nikmat, dan Kriuk

Apakah Ramadhan Dapat Mengubah Perilaku Ekonomi Dari Konsumtif ke Produktif?

NASIONAL, LINTAS NUSANTARA – Apakah Ramadhan selalu membawa berkah, kata Prof. Dr. Muhammad M Said, Guru Besar UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan Ketua Dewan Pengawas Syariah LAZ Relief Islami Indonesia.

Namun, setiap tahun kita menyaksikan fenomena yang berulang: meningkatnya konsumsi masyarakat secara signifikan selama bulan suci ini. Ia mengamati “Pola konsumsi masyarakat justru semakin boros.

Usus Ayam Crispy Camilan Kang Yadi Enak, Renyah, Gurih, Nikmat, dan Kriuk

Harga bahan pokok naik, belanja makanan meningkat, dan pusat perbelanjaan penuh sesak. Seolah-olah Ramadhan bukan lagi tentang mengontrol diri, melainkan tentang menghabiskan lebih banyak makanan daripada bulan lainnya,” ujar Guru Besar Ekonomi Islam program Doktor Perbankan dan Keuangan Islam Fakultas Ekonomi dan BIsnis UIN Syarif Hidayatullah Jakarta itu.

Padahal, menurutnya, puasa sejatinya mengajarkan kesederhanaan, pengendalian nafsu, dan keseimbangan hidup. Ironisnya, di bulan yang seharusnya menjadi momen introspeksi, konsumsi justru meningkat.

Jika tujuan ibadah ini adalah untuk hidup lebih hemat dan bersyukur, mengapa perilaku konsumtif umat Islam cenderung melonjak selama Ramadhan?

Fenomena Konsumerisme Ramadhan

Tren konsumsi meningkat setiap tahun selama bulan Ramadhan. Data ekonomi dan survei menunjukkan bahwa pengeluaran rumah tangga mengalami lonjakan.

Kebutuhan bahan makanan meningkat secara drastis, konsumsi listrik melonjak karena aktivitas malam yang lebih panjang, dan belanja fesyen serta barang konsumtif lainnya juga mengalami peningkatan signifikan.

“Di satu sisi, ini jelas menguntungkan ekonomi, terutama bagi perdagangan dan pelaku UMKM. Namun, di sisi lain, pola konsumsi yang tidak terkendali dapat menimbulkan masalah baru.

Kenaikan harga bahan pokok dapat memperberat beban masyarakat kelas bawah, dan pengeluaran yang berlebihan tanpa perencanaan keuangan yang matang dapat berdampak negatif,” jelasnya.

Alih-alih menjadi bulan penghematan dan keberkahan, Ramadhan malah berubah menjadi bulan pemborosan dan inflasi tahunan.

Mengubah Pola Konsumtif Menjadi Produktif

Jika Ramadhan ingin dijadikan momentum perubahan, pola pikir dan kebiasaan ekonomi umat harus berubah. Ramadhan bukan hanya tentang menahan lapar dan haus, tetapi juga tentang mengelola rezeki dengan bijak, mengembangkan ekonomi yang lebih efisien, dan mendistribusikan kekayaan dengan lebih adil.

“Langkah pertama adalah meningkatkan literasi keuangan umat. Masyarakat harus sadar bahwa mengatur keuangan selama Ramadhan adalah bagian dari ibadah. Konsumsi berlebihan tidak sejalan dengan ajaran Islam,” tutur Prof. Dr. Muhammad.

Yang juga Wakil Ketua Komite Tetap Kamar Dagang dan Industri (KADIN) Indonesia bidang Perencanaan Pembangunan Ekonomi Mikro, Makro, dan Syariah menekankan beberapa point penting untuk mencegah Ramadhan menjadi bulan pemborosan.

Pertama, belanja secukupnya dan hindari pemborosan; kedua, menyisihkan dana untuk zakat, infak, dan sedekah, ketiga, mengoptimalkan zakat produktif untuk pemberdayaan ekonomi umat.

Mendorong UMKM dan ekonomi digital berbasis syariah sebagai solusi peningkatan kesejahteraan umat.

Ramadhan adalah waktu terbaik untuk berbagi kekayaan. Infak dan zakat bisa digunakan untuk program pemberdayaan ekonomi dan bukan hanya sekadar bantuan konsumtif.

Misalnya, zakat produktif bisa dialokasikan sebagai modal usaha bagi kaum dhuafa, menciptakan dampak ekonomi yang lebih berkelanjutan.

Selain mengubah pola konsumsi, Professor Muhammad M Said juga menekankan pentingnya investasi keberkahan sebagai strategi ekonomi jangka panjang. Ia menegaskan.

Usus Ayam Crispy Camilan Kang Yadi Enak, Renyah, Gurih, Nikmat, dan Kriuk

Jika Ramadhan selama ini hanya dijadikan momen konsumsi, mengapa kita tidak mulai mengarahkannya ke investasi yang lebih menguntungkan? Misalnya, berinvestasi dalam industri halal, mendukung bisnis syariah, atau berpartisipasi dalam gerakan wakaf produktif,” ujarnya.

Dengan pendekatan yang lebih produktif, Ramadhan dapat menjadi pendorong kebangkitan ekonomi umat, bukan sekadar musim belanja tahunan. Digitalisasi pasar halal, investasi syariah, dan optimalisasi wakaf produktif bisa menjadi solusi jangka panjang bagi kesejahteraan umat.

Ramadhan bukan hanya tentang menahan lapar dan haus, tetapi juga tentang mengelola rezeki dengan benar. Jika pola konsumsi tetap seperti sekarang, umat Islam hanya akan menjadi konsumen pasif di bulan yang sejatinya mengajarkan kesederhanaan.

Namun, jika pola konsumsi dapat diubah menjadi lebih produktif, Ramadhan dapat menjadi momentum kebangkitan ekonomi Islam yang lebih berfokus pada keberkahan dan kesejahteraan sosial.

“Ramadhan yang dikelola dengan bijak berarti menggunakan uang dengan hati-hati, berbagi dengan tulus, dan berinvestasi dalam kebajikan. Dengan pendekatan ini, umat Islam tidak hanya memperoleh kekuatan spiritual yang lebih besar, tetapi juga membangun kemandirian finansial dan sosial yang lebih kuat,” pungkasnya.

Kapan lagi kita akan mulai mengubah Ramadhan menjadi bulan yang lebih produktif, jika kita terus membiarkannya menjadi bulan konsumtif?. (Team).