JEMBER, LINTAS NUSANTARA – Debu, Jalan Rusak, & Kecelakaan! Tambang Pasir di Kalisat Jember Tuai Kontroversi Pengelolaan sumber daya pertambangan di Desa Patempuran terus menjadi perbincangan hangat. Keberadaan tambang pasir yang diyakini mampu meningkatkan perekonomian masyarakat justru menuai polemik berkepanjangan.
Ketua RT 22, Fathorrosi, dan salah satu warga, H. Rosidi, menyampaikan kritik keras terhadap dampak negatif tambang yang semakin dirasakan oleh warga.
Menurut Fathorrosi, meskipun sektor pertambangan berpotensi memberikan kontribusi ekonomi, kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa pengelolaannya yang kurang baik telah menimbulkan berbagai masalah.
“Kami tidak menolak adanya tambang jika benar-benar bermanfaat bagi masyarakat. Namun, yang terjadi justru sebaliknya. Jalan rusak, polusi debu, dan kecelakaan lalu lintas semakin meningkat akibat lalu lintas truk tambang yang tak terkendali,” ujar Fathorrosi dengan tegas.
Desa Patempuran Kecamatan Kalisat yang memiliki banyak gunung kecil atau yang disebut gumuk oleh masyarakat sekitar, memang memiliki kandungan pasir dan bongkahan tanah yang bernilai ekonomi tinggi. Namun, pengelolaan yang tidak memperhatikan aspek lingkungan dan kesejahteraan masyarakat membuat banyak warga resah. H. Rosidi, salah satu warga Geldebung, mengungkapkan keprihatinannya terhadap dampak yang ditimbulkan tambang tersebut.
“Dulu, jalan di dusun kami masih bisa dilewati dengan nyaman. Sekarang, jalan utama yang menghubungkan Dusun Junggrang 1 dengan Kecamatan Kalisat menjadi rusak parah karena dilalui truk tambang setiap hari.
Tak hanya itu, sudah beberapa kali terjadi kecelakaan akibat kondisi jalan yang berlubang dan licin oleh sisa material tambang,” keluh H. Rosidi.
Selain infrastruktur yang semakin memburuk, dampak lingkungan juga menjadi perhatian utama masyarakat. Debu dari aktivitas tambang menyebabkan kualitas udara menurun dan berpotensi menimbulkan gangguan kesehatan bagi warga sekitar.
“Kami sering mengalami batuk-batuk, terutama anak-anak dan orang tua. Polusi debu semakin parah, dan pemerintah desa seolah tutup mata dengan kondisi ini,” tambahnya.
Ketua RT 22, Fathorrosi, bersama warga, menyampaikan beberapa tuntutan kepada pemerintah desa dan pengelola tambang agar segera mengambil tindakan konkret untuk mengatasi permasalahan ini. Mereka mendesak agar:
Pemerintah desa bersikap tegas dalam memberikan akses perizinan tambang, dengan tetap mengutamakan keamanan dan kenyamanan masyarakat sekitar.
Pemerintah desa lebih intens dalam melakukan pengawasan terhadap aktivitas pertambangan di Geldebung agar tidak berdampak buruk bagi warga.
Pengelola tambang bertanggung jawab atas dampak negatif yang ditimbulkan, termasuk memperbaiki jalan yang rusak dan mengurangi polusi debu.
Pemilik gumuk tidak semena-mena dalam mengelola lahannya tanpa koordinasi dengan warga sekitar.
Masyarakat Geldebung berharap pemerintah desa segera turun tangan dan mencari solusi terbaik agar aktivitas tambang tidak menjadi bencana bagi mereka.
“Kami hanya ingin hidup nyaman di desa kami sendiri tanpa harus khawatir dengan jalan rusak, kecelakaan, dan polusi debu. Jika pemerintah tidak segera bertindak, kami akan terus menyuarakan aspirasi kami sampai ada solusi yang nyata,” tutup Fathorrosi.
Permasalahan ini menjadi bukti bahwa pertambangan tidak selalu membawa manfaat jika tidak dikelola dengan baik. Masyarakat Patempuran berharap ada keseimbangan antara manfaat ekonomi dan kelestarian lingkungan serta kenyamanan hidup.
Sementara itu sampai berita ini naik tayang Kades Patempuran Kecamatan Kalisat, AS, tidak merespon permintaan wawancara wartawan media ini. Nomer WA nya berdering tapi tidak diangkat. (r1ck)