Usus Ayam Crispy Camilan Kang Yadi Enak, Renyah, Gurih, Nikmat, dan Kriuk

Kebebasan Pers Kampus Terancam? Ini Seruan dari Seminar Nasional di Kediri

Kediri – Dalam rangka memperingati World Press Freedom Day (Hari Kebebasan Pers Sedunia) tahun 2025, Aliansi Jurnalis Independen (AJI) bersama Perhimpunan Pers Mahasiswa Indonesia (PPMI), Forum Alumni Aktivis Pers Mahasiswa Indonesia (FAA PPMI), serta didukung penuh oleh UNESCO, menyelenggarakan Seminar Nasional bertajuk “Memperkuat Perlindungan terhadap Pers Mahasiswa di Era Digital.” Acara ini diselenggarakan pada Minggu, 4 Mei 2025, bertempat di Aula Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Kediri, mulai pukul 08.00 hingga 11.30 WIB.Membangun Ketahanan Pers Mahasiswa di Tengah Arus DigitalisasiSeminar ini digelar sebagai bentuk kepedulian terhadap meningkatnya tantangan yang dihadapi oleh pers mahasiswa dalam lanskap media digital saat ini. Lembaga pers mahasiswa, yang merupakan ujung tombak jurnalisme kritis di lingkungan kampus, kini dihadapkan pada realitas yang kompleks: di satu sisi dituntut untuk tetap independen dan tajam dalam menyuarakan kebenaran, namun di sisi lain rentan terhadap berbagai bentuk represi, baik fisik maupun digital.Dalam komentarnya, Ketua Presidium FAA PPMI, Agung Sedayu, menegaskan pentingnya memperkuat posisi pers mahasiswa sebagai bagian integral dari ekosistem demokrasi. “Di tengah gempuran disinformasi dan berita palsu, suara pers mahasiswa harus semakin nyaring terdengar. Mereka bukan hanya pewarta kampus, tapi juga agen perubahan yang mampu menyuarakan suara publik dan membela kepentingan masyarakat luas,” ujarnya.Peran Strategis Pers MahasiswaPers mahasiswa selama ini dikenal sebagai media yang independen dan analitis, tidak hanya melaporkan isu-isu internal kampus, tetapi juga ikut serta dalam membedah berbagai persoalan sosial, politik, budaya, dan ekonomi yang berkembang di masyarakat. Mereka merupakan bagian dari kelompok intelektual muda yang memiliki sensitivitas terhadap ketimpangan dan keberanian dalam mengungkapkan kritik secara konstruktif.Di era digital, peran strategis ini menjadi semakin signifikan. Kecepatan arus informasi sering kali disertai dengan munculnya konten berbahaya, hoaks, dan manipulasi informasi yang mengancam kualitas demokrasi. Dalam konteks ini, pers mahasiswa diharapkan mampu menjadi garda depan dalam membangun literasi media dan melawan disinformasi melalui karya jurnalistik yang akurat dan bertanggung jawab.Tantangan dan Ancaman: Dari Rezim Kampus hingga Dunia SiberNamun demikian, menjadi bagian dari pers mahasiswa tidaklah mudah. Banyak dari mereka menghadapi tantangan serius dalam menjalankan fungsinya. Beberapa bentuk intimidasi dan kekerasan non-fisik sering kali datang dari otoritas kampus yang tidak nyaman terhadap kritik. Tidak sedikit pula pers mahasiswa yang mengalami penyensoran, pembredelan media kampus, bahkan pemanggilan oleh aparat karena laporan-laporan yang dianggap kontroversial.Dalam dunia digital, ancaman terhadap pers mahasiswa justru semakin kompleks. Dari serangan siber, peretasan akun media sosial, doxing (penyebaran data pribadi), hingga pelacakan digital yang mengancam keamanan personal, semua ini menjadi tantangan baru yang membutuhkan perlindungan dan pemahaman teknis yang mumpuni.Oleh karena itu, seminar ini dirancang tidak hanya sebagai ruang diskusi, tetapi juga sebagai ajang edukasi dan penguatan kapasitas bagi pers mahasiswa agar mampu bertahan dan berkembang di tengah lanskap media yang terus berubah.Kolaborasi Multi-Pihak untuk Keamanan Jurnalis MudaKegiatan ini melibatkan berbagai pihak yang memiliki komitmen kuat terhadap kebebasan pers dan perlindungan jurnalis, termasuk organisasi alumni pers mahasiswa yang memberikan perspektif historis dan advokasi berkelanjutan, serta UNESCO yang mendukung upaya global dalam menjamin kebebasan berekspresi.Alumnus PPMI Jember, Endri Bagoes Cahyadi yang akrab disapa Puput menyampaikan bahwa penting bagi mahasiswa untuk memahami aspek hukum, etika, dan keamanan digital dalam aktivitas jurnalistik mereka. “Kita tidak bisa membiarkan pers mahasiswa terus berjalan sendiri menghadapi risiko yang semakin nyata. Kolaborasi antar lembaga dan dukungan dari komunitas internasional seperti UNESCO adalah kunci untuk menciptakan lingkungan yang aman bagi mereka,” jelasnya.Momentum Peringatan Hari Kebebasan Pers SeduniaPeringatan World Press Freedom Day 2025 ini menjadi momen refleksi bersama akan pentingnya kebebasan pers sebagai pilar utama demokrasi. UNESCO dalam pernyataannya menekankan bahwa perlindungan terhadap jurnalis tidak boleh hanya berlaku bagi media arus utama, tetapi juga harus mencakup media alternatif dan mahasiswa yang bekerja secara mandiri di lapangan.Acara ini juga disambut antusias oleh ratusan peserta yang terdiri dari mahasiswa, aktivis, akademisi, serta perwakilan media kampus dari berbagai daerah. Melalui forum ini, diharapkan muncul rekomendasi konkret dan agenda advokasi ke depan dalam membangun mekanisme perlindungan yang efektif bagi pers mahasiswa, termasuk peningkatan pelatihan jurnalistik, keamanan digital, dan perlindungan hukum.Akses Terbuka dan Partisipasi AktifPanitia juga membuka pendaftaran seminar secara daring melalui tautan bit.ly/Pendaftaran-Seminar-dan-MIL-Training, sebagai bentuk komitmen dalam menjangkau lebih banyak peserta dari berbagai wilayah di Indonesia. Selain seminar, rangkaian kegiatan ini juga mencakup pelatihan media dan literasi informasi (MIL Training) sebagai upaya memperkuat daya tahan komunitas mahasiswa dalam menghadapi dinamika digital.Membangun Masa Depan Jurnalisme Mahasiswa yang KuatDi akhir acara, seluruh peserta diajak untuk menandatangani komitmen bersama dalam mendukung kebebasan pers dan keamanan pers mahasiswa. Komitmen ini menjadi simbol semangat kolektif untuk terus memperjuangkan ruang berekspresi yang sehat, demokratis, dan bertanggung jawab, terutama bagi generasi muda yang akan menjadi pewaris masa depan bangsa.Melalui kegiatan ini, AJI, PPMI, FAA PPMI, dan UNESCO tidak hanya merayakan Hari Kebebasan Pers Sedunia, tetapi juga menegaskan bahwa perjuangan untuk kebebasan berekspresi harus dimulai dari lingkungan terkecil: kampus, tempat lahirnya pemikiran-pemikiran kritis dan perubahan yang sesungguhnya. (r1ck)