JEMBER, LINTAS NUSANTARA -Kontroversi PHD Haji: LSM Gempar (Gerakan Masyarakat Peduli Aspirasi Rakyat) Jember ber-anggota ribuan orang dan dikomandani oleh H. Anshori menghimbau pihak Kementerian Agama Republik Indonesia untuk menetapkan para PHD (Petugas Haji Daerah) di wilayah Negara Republik Indonesia khususnya PHD Bagian Pelayanan Umum seyogyanya harus sesuai dengan Syariat Agama Islam.
Bahwa status PHD Pelayanan Umum adalah Melayani Jama’ah Haji Laki-laki dan Jama’ah Haji Wanita. Biar tidak terjadi Kontroversi PHD Haji:.
“Oleh karenanya LSM Gempar Jember Himbau Kementerian Agama Republik Indonesia untuk menetapkan sekaligus mewajibkan bahwasanya untuk Jama’ah Haji Laki-laki harus Dilayani atau Dipandu oleh PHD Pelayanan Umum Laki-laki sedangkan untuk Jama’ah Haji Wanita harus Dilayani atau Dipandu oleh PHD Pelayanan Umum Wanita. Hal ini tidak lain dalam rangka untuk mengantisipasi agar supaya terhindar dari hal-hal yang Haram karena Bukan Mahromnya,” tegas Anshori kepada wartawan.
Bahwa adalah suatu hal yang terkesan Lucu dan hukumnya Haram bilamana Jama’ah Haji Laki-laki Dilayani / Dipandu oleh PHD Pelayanan Umum wanita yang Bukan Muhrimnya atau sebaliknya adalah hukumnya Haram Bilamana Jama’ah Haji Wanita Dilayani / Dipandu oleh PHD Pelayanan Umum Laki-laki yang bukan mahromnya.
“Untuk mengantisipasi terjadinya hal dimaksud maka LSM Gempar Jember Himbau pihak Kementerian Agama Republik Indonesia untuk selektif Menetapkan PHD Pelayanan Umum Laki-laki dan PHD Pelayanan Umum Wanita dalam porsi yang sama yakni 1 : 1, untuk setiap Daerah hal ini demi pelayanan yang Prima, Sempurna dan terhindar dari hal-hal yang Haram,” imbuhnya.
Selanjutnya LSM Gempar Himbau pihak Kementerian Agama Republik Indonesia untuk mengutamakan Calon Seleksi Petugas Haji Daerah (PHD) Pelayanan Umum yang Belum berstatus Haji. Hal ini supaya tidak mengundang adanya Kecemburuan Sosial antar Calon Petugas Haji Daerah (PHD) khususnya Bagian Pelayanan Umum.
“Terakhir LSM Gempar Jember Himbau pihak Kementrian Agama Republik Indonesia hendaknya bersikap Jujur, Adil dan Amanah dalam menyeleksi para Calon Petugas Haji Daerah (PHD) sebagai antisipasi adanya dugaan tindak pidana Penyuapan dan/atau setidak-tidaknya sebagai antisipasi adanya Titipan Ordal (Orang Dalam-red) yang nantinya akan Merusak Marwah Kementerian Agama sehingga terkesan merendahkan Kewibawaan Menteri Agama Republik Indonesia yakni Bapak KH.Nasaruddin Umar yang notabene Beliau adalah Imam Besar Masjid Istiqlal Jakarta,” tandasnya.
Sementara itu, Kasi Penyelenggara Haji dan Umroh (PHU) Kemenag Jember, Nur Sholeh, dikonfirmasi wartawan media ini mengatakan untuk seleksi PHD pendaftaran dan penerbitan rekomendasi usulan melalui Pemkab/Pemkot. “Kemudian dilanjutkan pendaftaran melalui aplikasi petugas haji. Melalui aplikasi tersebut peserta melengkapi dokumen secara online,” katanya.
Proses selanjutnya adalah peserta mengikuti tes melalui CAT (sudah terlaksana tanggal 23 Januari 2025). “Sepanjang yang saya ketahui di Jember sudah sesuai, artinya ada peserta laki laki dan ada juga perempuan. Penentuan lulus atau tidaknya dilakukan secara terbuka melalui CAT tersebut ditambah kompen wawancara. Jadi tidak ada istilah titipan orang dalam,” ujar Nur Sholeh.
Dari Sukowono, advokat santri Ali Safit Tarmizi, SH, MH, mengungkapkan bahwa seorang Pembimbing Haji Daerah (PHD) laki-laki dapat membimbing jamaah haji perempuan dalam konteks bimbingan umum, bisa bisa menjadi Kontroversi PHD Haji:. Kata Safit.
Lanjut Safit, Seperti memberikan ceramah, penjelasan tentang manasik, dan arahan selama perjalanan ibadah haji. “Namun, ada batasan dan aturan tertentu yang harus diperhatikan sesuai dengan syariat Islam dan regulasi yang berlaku,” tegasnya.
Berikut adalah hal-hal yang perlu diperhatikan:
1. Konteks Bimbingan Umum
Pembimbing laki-laki dapat memberikan arahan atau ceramah kepada jamaah perempuan jika dilakukan secara kolektif (dalam kelompok besar) dan sesuai norma.
Tidak diperbolehkan terjadi interaksi yang bersifat privat atau menyendiri dengan jamaah perempuan, kecuali dalam situasi darurat atau kondisi yang sangat mendesak.
2. Kehadiran Mahram atau Pendamping Perempuan
Idealnya, jamaah perempuan yang memerlukan bimbingan lebih detail atau personal sebaiknya didampingi oleh mahram atau pembimbing perempuan lainnya.
Untuk jamaah haji perempuan, pemerintah biasanya juga menunjuk Tim Pembimbing Ibadah Haji Indonesia (TPIHI) perempuan atau petugas kesehatan perempuan untuk kebutuhan tertentu.
3. Pentingnya Adab dan Etika
Pembimbing laki-laki harus menjaga adab, etika, dan batasan syariat, seperti tidak bersentuhan fisik dan menjaga pandangan.
Komunikasi dilakukan secara profesional dan fokus pada kebutuhan ibadah jamaah.
4. Kebijakan Kementerian Agama
Pada dasarnya, pemerintah melalui Kementerian Agama biasanya memastikan ada petugas perempuan, terutama untuk membantu jamaah haji perempuan, termasuk di bidang kesehatan, logistik, dan bimbingan ibadah.
Namun, dalam kondisi tertentu (misalnya kekurangan pembimbing perempuan), PHD laki-laki dapat membantu dengan tetap mematuhi aturan yang ada.
“Kesimpulannya seorang PHD laki-laki dapat menjadi pembimbing bagi jamaah perempuan, tetapi dalam kapasitas yang terbatas, dengan menjaga batasan syariat, dan lebih diutamakan bimbingan secara umum. Untuk bimbingan spesifik atau personal, biasanya lebih baik dilakukan oleh pembimbing perempuan,” tandas Advokat Safit. (Team).