JAKARTA, LINTAS NUSANTARA – Rakyat Dikhianati, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) adalah simbol utama demokrasi yang semestinya menjadi jembatan antara suara rakyat dan kebijakan negara.
Namun, realitas yang sering terjadi justru bertolak belakang dengan esensi tugas mereka. Banyak wakil rakyat yang seharusnya memperjuangkan aspirasi masyarakat, malah terjebak dalam pusaran kepentingan politik, kekuasaan, dan keuntungan pribadi.
Minimnya Transparansi dan Akuntabilitas DPR
Seharusnya, DPR menjadi representasi suara rakyat, tetapi minimnya transparansi, lemahnya pengawasan terhadap pemerintah, serta maraknya kasus korupsi menunjukkan bahwa banyak anggota DPR gagal menjalankan amanah yang diberikan oleh masyarakat.
Hal ini disampaikan oleh Aldo Irawan, seorang aktivis muda, yang menyoroti bahwa ketidakjelasan dalam proses pengambilan keputusan di parlemen membuat rakyat semakin tidak percaya kepada para wakilnya.
Ironisnya, ketika keadilan tak kunjung datang, rakyatlah yang harus turun langsung ke jalan untuk memperjuangkan hak mereka. Ini menunjukkan adanya krisis representasi: suara rakyat yang seharusnya diwakili justru terabaikan. Aksi demonstrasi yang berulang kali terjadi bukan hanya bentuk kekecewaan, tetapi juga cerminan bahwa mekanisme demokrasi di parlemen tidak berjalan sebagaimana mestinya.
Salah satu akar masalahnya adalah minimnya transparansi dan rendahnya akuntabilitas. Banyak kebijakan yang disusun tanpa partisipasi publik yang memadai.
Padahal, DPR bukan hanya sekadar pembuat undang-undang, tetapi juga pengawas pemerintah yang harus berpihak pada kepentingan rakyat, bukan golongan tertentu. Imam Baihaki, perwakilan aktivis desa, menegaskan bahwa DPR perlu melakukan reformasi mendasar, termasuk meningkatkan keterbukaan proses legislasi, memperkuat fungsi pengawasan, serta memastikan partisipasi publik agar kebijakan yang dihasilkan benar-benar mencerminkan kepentingan rakyat.
Korupsi DPR: Mengikis Kepercayaan Publik
Kasus korupsi yang melibatkan anggota DPR semakin mencoreng kepercayaan publik. Ketika rakyat menghadapi kesulitan hidup, para wakilnya justru terlibat dalam praktik yang merugikan negara. Ini semakin memperdalam jurang antara rakyat dan para wakil yang seharusnya menjadi suara mereka.
Rakyat semakin skeptis terhadap janji-janji kampanye yang hanya manis di awal, tetapi setelah berkuasa, banyak wakil rakyat yang lebih mementingkan kepentingan pribadi dan kelompok dibandingkan kesejahteraan masyarakat secara luas.
DPR bukan sekadar lembaga formal, melainkan wajah dari kehendak rakyat. Jika wakil rakyat tak lagi mendengar suara rakyat, maka aksi turun ke jalan akan terus menjadi simbol perlawanan.
Sudah saatnya DPR benar-benar menjadi cermin dari aspirasi masyarakat, bukan hanya simbol kekuasaan yang kehilangan makna.
Gerakan Mahasiswa: Simbol Perlawanan Terhadap Ketidakadilan
Mahasiswa sebagai agen perubahan sering kali berada di garis depan dalam memperjuangkan hak-hak rakyat. Demonstrasi besar-besaran yang terjadi di berbagai daerah adalah bukti nyata bahwa mereka tidak tinggal diam melihat ketidakadilan.
Mulai dari isu kebijakan yang dianggap tidak berpihak kepada rakyat hingga tuntutan terhadap reformasi birokrasi, mahasiswa kerap menjadi suara lantang dalam menuntut perubahan.
Aksi demonstrasi yang dilakukan mahasiswa bukan sekadar bentuk ekspresi, tetapi juga memiliki dampak besar dalam mengawal kebijakan pemerintah. Mahasiswa sering kali menjadi garda terdepan dalam menolak berbagai kebijakan yang dianggap merugikan masyarakat, seperti Rancangan Undang-Undang (RUU) yang kontroversial atau kebijakan ekonomi yang tidak berpihak kepada rakyat kecil.
Tekanan dari mahasiswa kerap membuat DPR dan pemerintah berpikir ulang dalam menetapkan kebijakan yang berpotensi merugikan rakyat.
Namun, perjuangan mahasiswa tidak selalu berjalan mulus. Aparat keamanan sering kali bertindak represif dalam menghadapi demonstrasi. Banyak aksi mahasiswa yang berakhir dengan bentrokan, penangkapan, bahkan kekerasan yang menimbulkan korban. Hal ini semakin menunjukkan bahwa demokrasi di Indonesia masih memiliki banyak pekerjaan rumah yang harus diselesaikan.
Harapan Rakyat Terhadap DPR
Rakyat Indonesia masih berharap bahwa DPR bisa berubah menjadi lembaga yang benar-benar mewakili suara mereka. Reformasi sistem politik, peningkatan transparansi, dan penguatan pengawasan menjadi langkah-langkah yang harus segera dilakukan.
DPR harus menyadari bahwa mereka dipilih oleh rakyat dan bertanggung jawab kepada rakyat, bukan kepada kepentingan kelompok tertentu.
Sementara itu, Yusuf Amrin, siswa SDN Kamal 3, Desa Kamal, Kecamatan Arjasa, Kabupaten Jember, masih menantikan hadirnya kembali program Makan Bergizi Gratis yang sempat diuji coba di sekolahnya.
Namun, Amrin mengaku mendukung gerakan pelajar di Papua yang menolak program Makan Gratis dan lebih menginginkan Pendidikan Gratis. “Papua adalah saudara, Papua adalah Indonesia,” kata Amrin kepada wartawan.
Pernyataan Yusuf Amrin ini mencerminkan bahwa bahkan generasi muda pun sudah mulai menyadari pentingnya kebijakan yang benar-benar berpihak kepada rakyat.
Jika anak-anak sekolah dasar saja bisa memahami esensi keadilan dan keberpihakan kepada rakyat, maka DPR sebagai lembaga tinggi negara seharusnya bisa melakukan lebih dari sekadar janji-janji politik.
DPR adalah simbol demokrasi yang semestinya menjadi perpanjangan suara rakyat dalam pembuatan kebijakan. Namun, kenyataan menunjukkan bahwa banyak anggota DPR yang justru abai terhadap amanah yang diberikan oleh masyarakat.
Minimnya transparansi, lemahnya pengawasan, dan maraknya korupsi menjadi alasan utama mengapa kepercayaan publik terhadap DPR terus menurun.
Oleh karena itu, reformasi mendasar dalam tubuh DPR harus segera dilakukan agar demokrasi di Indonesia tidak hanya menjadi formalitas belaka, tetapi benar-benar mencerminkan kehendak rakyat. (r1ck)