DENPASAR, LINTAS NUSANTARA – Sejarah dan Pesan Moral Tari Gandrung Marsan, Tujuh orang penari, empat diantaranya adalah pria memasuki Panggung Nusantara Festival Imlek 2025 pada Sabtu (01 Januari 2025) di Lapangan Puputan.
Panggung yang sangat besar dan megah, 12m x 6meter kalau tidak salah hitung. Dari atas, penuh lampu sorot berwarna warni menambah suasa lebih magis.
Ribuan penonton yang sudah berada di Lapangan Puputan sejak sore makin merapat ke depan Panggung Nusantara, mulai menyalakan handphone, bersiap mendokumentasikan.
Beberapa penonton berbisik, bertanya kepada teman sebelahnya tarian apa yang akan ditampilkan, lho kok ada laki-lakinya.
Para penari kemudian duduk bersimpuh, memberi hormat kepada penonton, lalu melakukan gerakannseperti melakukan permohonan izin untuk mengenakan mahkota yang ada di depannya.
Tak lama, setelah permohonan izin dilakukan, mahkota pun dikenakan. Pertunjukan pun dimulai. Inilah tari gandrung marsan. Tari yang berasal dari Banyuwangi, Jawa Timur, Sunrise of Java.
Menurut sejarahnya, tari ini berasal dari kesenian yang berkembang pada 1890. Tari Gandrung Marsan adalah tari kreasi karya Subari Sufyan terinspirasi dari perjuangan Marsan.
Gandrung saat itu, ada sebuah kesenian yang dibawakan oleh sekelompok pria berusia 7 sampai 14 tahun. Kesenian ini diiringi alat musik gendang dan rebana. Mereka mengadakan pertunjukan dari satu kampung ke kampung lain.
Sosok Marsan begitu dikagumi. Sebagai penari, dia dikenal sangat piawai memerankan sebagai perempuan. Tak hanya itu, kekaguman masyarakat pada Marsan pun karena pesan moral yang disampaikan dalam setiap tari yang dibawakan.
Saat itu, sering terjadi persaingan dan perkelahian. Melalui tari yang dibawakannya, Marsan mencoba menyampaikan pesan damai kepada masyarakat.
Dalam perkembangannya, kesenian gandrung bukan sekadar sebuah hiburan. Dalam setiap pertunjukannya, diselipkan pesan propaganda untuk melawan penjajah. Hasil yang didapat dari pertunjukan pun digunakan untuk membantu para pejuang.
Dalam tari gandrung marsan, Subari Sufyan mengangkat kembali sosok Marsan sebagai seseorang yang memiliki jasa besar dalam perkembangan tari ini. Dan karena Marsan merupakan penari yang piawai memerankan perempuan, gerak dalam tari ini pun terlihat anggun, gemulai, serta centil.
Tapi, pada tengah tarian, para penari memasang kumis di wajah mereka. Gerak yang dibawakan pun berubah, menjadi lebih tegas dan gagah. (r1ck)